Saturday, August 25, 2007

Kisah Nelayan Jepang

Orang Jepang sejak lama menyukai ikan segar. Tetapi
tidak banyak ikan yang tersedia di perairan yang dekat
dengan Jepang dalam beberapa dekade ini. Jadi untuk
memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal penangkap
ikan bertambah lebih besar dari sebelumnya. Semakin
jauh para nelayan pergi, semakin lama waktu yang
dibutuhkan untuk membawa hasil tangkapan itu ke
daratan. Jika perjalanan pulang mencapai beberapa
hari, ikan tersebut tidak segar lagi. Orang Jepang
tidak menyukai rasanya.

Untuk mengatasi masalah itu, perusahaan perikanan
memasang freezer di kapal mereka. Mereka akan
menangkap
ikan dan langsung membekukannya di laut. Freezer
memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi semakin
jauh dan lama. Namun, oang Jepang dapat merasakan
perbedaan rasa antara ikan segar dan beku, dan mereka
tidak menyukai ikan beku. Ikan beku harganya menjadi
lebih murah. Sehingga perusahaan perikanan memasang
tangki-tangki penyimpan ikan di kapal mereka. Para
nelayan akan menangkap ikan dan langsung
menjejalkannya ke dalam tangki hingga
berdempet-dempetan. Setelah selama beberapa saat
saling bertabrakan, ikan-ikan tersebut berhenti
bergerak. Mereka kelelahan dan lemas, tetapi tetap
hidup. Namun, orang Jepang masih tetap dapat merasakan
perbedaannya. Karena ikan tadi tidak bergerak selama
berhari-hari, mereka kehilangan rasa ikan segarnya.
Orang Jepang menghendaki rasa ikan segar yang lincah,
bukan ikan yang lemas.

Bagaimanakah perusahaan perikanan Jepang mengatasi
masalah ini? Bagaimana mereka membawa ikan dengan rasa
segar ke Jepang?

Jika anda menjadi konsultan bagi industri perikanan,
apakah yang anda rekomendasikan?

RENUNGKAN...

Begitu anda mencapai tujuan-tujuan anda, seperti
mendapatkan jodoh - memulai perusahaan yang sukses -
membayar hutang-hutang anda - atau apapun, anda dapat
kehilangan gairah anda. Anda tidak perlu bekerja
demikian keras sehingga anda bersantai. Anda mengalami
masalah yang sama dengan para pemenang lotere yang
menghabiskan uang mereka, pewaris kekayaan yang tidak
pernah tumbuh dewasa, dan para ibu rumah tangga jemu
yang kecanduan obat-obatan resep.

Seperti masalah ikan di Jepang tadi, solusi terbaiknya
sederhana. Hal ini diamati oleh L. Ron Hubbard di awal
1950-an. "Orang berkembang, anehnya, hanya dalam
kondisi lingkungan yang menantang" -L. Ron Hubbard.

Keuntungan dari sebuah Tantangan:

Semakin cerdas, tabah dan kompeten diri anda, semakin
anda menikmati masalah yang rumit. Jika takarannya
pas, dan anda terus menaklukan tantangan tersebut,
anda akan bahagia. Anda akan memikirkan
tantangan-tantangan tersebut dan merasa bersemangat.
Anda tertarik untuk
mencoba solusi-solusi baru. Anda senang. Anda hidup!

Bagaimana Ikan Jepang Tetap Segar?

Untuk menjaga agar rasa ikan tersebut tetap segar,
perusahaan perikanan Jepang tetap menyimpan ikan di
dalam tangki. Tetapi kini mereka memasukkan seekor
ikan hiu kecil ke dalam masing-masing tangki. Memang
ikan hiu memakan sedikit ikan, tetapi kebanyakan ikan
sampai dalam kondisi yang sangat hidup. Ikan-ikan
tersebut tertantang.

Renungan :

Jangan menghindari tantangan, melompatlah ke dalamnya
dan taklukanlah. Nikmatilah permainannya. Jika
tantangan anda terlalu besar atau terlalu banyak,
jangan menyerah. Kegagalan jangan membuat anda lelah,
sebaliknya, atur kembali strategi. Temukanlah lebih
banyak keteguhan, pengetahuan, dan bantuan. Jika anda
telah mencapai tujuan anda, rencanakanlah tujuan yang
lebih besar lagi. Begitu kebutuhan pribadi atau
keluarga anda terpenuhi, berpindahlah ke tujuan
untuk kelompok anda, masyarakat, bahkan umat manusia.
Jangan ciptakan kesuksesan dan tidur di dalamnya.
Anda memiliki sumber daya, keahlian, dan kemampuan
untuk membuat perubahan.

Jadi, masukkanlah seekor ikan hiu di tangki anda dan
lihat seberapa jauh yang dapat anda lakukan dan capai!

segengam garam dan telaga

Di sebuah tepian telaga hiduplah seorang tua. Suatu ketika ia didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontaidengan roman muka yang penuh keruwetan. Pemuda itu tampak sedang tidak bahagia.

Pemuda itu kemudian menceritakan semua permasalahannya,sedangkan si Pak Tua hanya mendengarkannya dengan seksama hingga pemuda itu selesai bercerita. Kemudian Pak Tua itu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya itu untuk mengambil segelas air. Dimasukkanya segenggam garam tadi ke dalam gelas dan diaduknya perlahan, "Coba minum ini dan katakan apa rasanya...", Ujar Pak tua itu.

"Asin ....asin sekali", jawab pemuda itu sambil memuntahkan air yang diminumnya tadi.

Pak Tua itu tersenyum, kemudian mengajak tamunya itu keluar ke tepi telaga.

Di tepi telaga Pak Tua itu kembali mengeluarkan segenggam garam dan menaburkannya ke dalam telaga itu untuk kemudian diaduknya dengan menggunakan sepotong kayu hingga menciptakan riak air mengusik ketenangan telaga itu.

Coba ambil air itu dan minumlah",Ujar Pak Tua itu.

Saat sang tamu selesai mereguk air itu Pak Tua bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar!", Sahut tamunya

"Apa kau merasakan garam dalam air itu?", tanya Pak Tau lagi

"Tidak", jawab sang pemuda

Pak Tua tersenyum dan mengajak tamunya itu duduk berhadapan di tepi telaga itu.

"Anak muda, pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama dan akan tetap sama.

Tapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung pada wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan pada perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.

Hatimu adalah waadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Qalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup jangan kamu jadikan hatimu itu seperti gelas, tapi lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Akhirnya sang pemuda tersenyum, kemudian kaduanya beranjak dari tepian telaga itu. Hari itu mereka telah sama-sama belajar. Dan si Pak Tua itu masih menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda lainnya yang sering datang kepadanya membawa keresahan jiwa.