Sunday, October 25, 2009

My education Part I - TK-SD Katrok!

Sekolah pertama ku di TK RA Masitoh. Kira-kira hampir 1 km dari rumahku. Tapi kami berangkat ke sekolah jalan kaki. Habis mau gimana lagi, ga ada angkutan umum ke sana. Dan ga punya kendaraan sendiri. Waktu itu ga banyak yang punya sepeda, apa lagi sepeda motor. Berangkat penuh semangat diantar nenek, bersama teman-teman seangkatan yang hampir semuanya cewek. Anak-anak cowok dikampungku kebanyakan ga di masukin TK. Makanya semua teman cowokku dari kampung lain.

TK ku waktu itu ndeso banget. Katrok poll! Kami tidak memakai seragam. Sering kali aku ikuti saja seragam SD. Tapi lebih sering lagi baju bebas! Tidak semua yang sekolah pakai sepatu. Sebagian ga pakai alas kaki sama sekali. tidak ada meja, yang ada hanya kursi untuk 1 anak atau bangku panjang.. Malah ada 2 kursi yang kemudian diantaranya dihubungkan papan agar bisa ada banyak anak yang bisa ikut duduk.

Boleh dibilang sekolah kami sebenarnya adalah rumah kayu yang dipaksakan jadi sekolah TK.
Dinding kelas masih dari anyaman bambu, itu pun berlobang. kadang taman-taman kami yang tidak sekolah ikutan liat dari luar. Seingatku waktu itu lantainya pun masih dari tanah. Tidak ada jungkat-jungkit, ayunan atau permainan lain yang biasa ada di TK sekarang pada umumnya. Mainan yang disediakan pun mainan plastik murahan.

Teman-teman cowok ku sebagian besar bandel-bandel. Hampir setiap hari ada saja yang berantem. Bahkan aku masih ingat pernah ada temanku yang sampai berdarah-darah. Entah mereka berantem seperti apa kok bisa berdarah-darah begitu.

Pelajaran yang paling aku suka 2: yaitu jalan-jalan dan makan bersama. Jalan-jalan biasanya kita diajak keliling kampung di sekitar sekolahan, melewati sawah, ladang dan kuburan! Kalo jadwal makan bersama datang, semua anak wajib bawa piring dan sendok sendiri, karena semua piring di rumahku dari beling atau keramik, maka aku selalu meminjam piring tetanggaku yang terbuat dari seng. Jaman itu belum ada melamin. Seringkali hal-hal lucu terjadi, mulai dari isi piring yang tumpah, sampai tahu yang dipatok ayam dan dibawa kabur sama ayam nakal itu.

SD ku hanya 3 rumah dibelakang rumah ku. Ibaratnya dengar bell langsung lari berangkat pun aku ga bakalan telat. Bahkan kalo ada buku atau alat tulis yang ketinggalan pun aku tinggal minta ijin pulang sebentar. Satu hal yang sangat aku sukai dari kondiri ini, uang jajan ku awet. Kalo lapar tinggal pulang ke rumah, makan. paling sering mengambil gula merah/jawa dimakan sebagai ganti chocolate ha ha ha ha! Toh jajanan di sd ku saat itu terbilang sederhana dan home made. Yang buatan pabrikan cuma itu-itu aja. Paling permen, belum ada snack murahan, chiky snack (yang logonya ayam itu) masih terasa mahal.

SD ku sudah dibangun dengan tembok full! katanya sich dulu swadaya rakyat, jadi bukan sd impres. Awalnya cukup memprihatinkan juga banyak lantai berlubang, sehingga harus kita siram dulu pakai air biar ga berdebu. Di tembok antar ruang kelas ada jendela di atas. ga tau fungsinya untuk apa. Bagi kami fungsinya adalah untuk lempar-lemparan kapur (atau kerikil dari lantai berlubang) antar kelas, nakal ya? Tapi tidak ada yang lebih nakal dari pada mengempesi ban sepeda motor guru olah raga. Dan aku adalah salah satu pelakunya!

Satu-satunya lokal yang bagus adalah kelas 1 karena emang baru, lantainya sudah tegel. Kerusakan yang ada selalu diatasi dengan gotong royong, bahkan ada meja kursi hasil sumbangan dari wali murid, baik diminta atau tidak. Aku masih ingat ada ayah temanku yang ke sekolah bawa meja kursi sebagai terimakasih pada sekolah karena anaknya yang biang onar nakalnya minta ampun tetap diijinkan sekolah dan dibina disana. Mengharukan.

Ketika aku kelas 5, SD ku di rehab berat. Maka kami tidak bisa sekolah lagi disitu. Kelas 1 dan 2 bergantian sekolah di ruang tamu salah satu tetanggaku yang besar ukurannya. Kelas 3 pun bernasib sama, dititipkan di kelas dadakan dari rumah penduduk. Hebatnya aku dengar penggunaan ruang itu free, alias ga minta uang sewa. Sungguh hebat semangat kebersamaan saat itu.

Anak-anak kelas 4-6 ikutan sekolah di SD Trasan IV yang masih baru. Sekolah mereka baru berumur 3 tahun, jadi kelas 4-6 masih kosong. Jadi kami menempati ruang itu. Jarak rumahku ke sekolah itu lebih dari setengah kilo meter. Menyeberangi hamparan sawah. Merepotkan juga, biasanya berangkat santai, sekarang harus berangkat lebih pagi, dan tidak boleh ada alat tulis atau buku yang ketinggalan, soale ga bisa cepat ambil dengan lari kerumah lagi ha ha ha ha. Yang menyedihkan aku tidak bisa lagi menghemat uang jajan ku karena pasti terpakai. Kalo ga jajan ya laper. Aku selalu membawa air minum dari rumah, karena udah ga bisa "pulang sebentar untuk minum"

Setelah hampir setahun SD kami akhirnya selesai di rehab. Tidak ada lagi acara gotong royong untuk memperbaiki kerusakan. Paling cuma acara gotong royong bersih-bersih masal. kami bisa lebih konsentrasi untuk ikuti EBTANAS. Dan episode berikutnya pun dimulai => sekolah menengah

Sunday, October 04, 2009

Hari batik

Menjelang tanggal 2 Oktober, face book udah rame soal batik. Soale tanggal itu Batik Indonesia mendapat pernyataan resmi dari UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Rasa bangga, bahagia, dan syukur diwujudkan dengan ajakan untuk kompakan pakai baju batik. Kalo kita yang udah biasa pakai baju batik tiap jumat, perasaan itu jadi kurang. habis udah jadi kebiasaan kalo hari jumat pake batik.

Jadi ingat 3 tahun lalu ktika pertama kali harus pake batik tiap hari jumat. Waktu itu aturannya masih untuk SAE ke atas. Waktu itu banyak yang tidak nyaman bahkan protes dengan aturan itu. Bahkan ada yang mengolok-olok: "kayak pak Camat"

Aku termasuk yang menyambut aturan itu dengan suka cita. Soale kalo pake batik rasanya lebih nyantai tapi tetap stylish dari pada pake hem berdasi. Rasanya juga jadi nyaman karena leher ga diikat dengan dasi. Hem juga ga perlu dimasukkan ke celana, nanti masalah dikira kayak anak sekolah.

Karena aturan awalnya hanya SAE keatas yang harus pake batik (bahkan terkesan hanya SAE keatas yang boleh pake batik), jadinya malah lucu. eaktu prospek marketingnya pake dasi, managernya pake batik. Seolah-olah justru managernya itu pengawalnya ha ha ha. Akhirnya aturan direvisi, setiap hari jumat semua pake batik.

Ketika pindah ke Balikpapan, staff sini pada kagum karena kita dianggap bisa mengikuti kebiasaan lokal tiap jumat pake batik. Ternyata disini swasta dan negeri tiap jumat pake batik, meski tidak semua swasta begitu. Anehnya disini lebih banyak yang pake batik jawa dari pada batik lokal. Soale batik jawa lebih mudah ditemukan dan murah karena batik printing. malah mereka sendiri bilang motif batik jawa lebih bagus. Di kantor cabang balikpapan aturan soal batik diperlunak. Kalo dulu harus lengan panjang, sekarang lengan pendek pun boleh. Ga ada pengumuman resmi sich, tapi brance manager nya pernah pake lengan pendek ya akhirnya yang lain ikutan he he he. Tapi aku sich tetep kekeh dengan batik lengan panjang.

Aduh jadi tambah cinta dengan baju batik. Sayang baju batikku selama ini semua printing. Lagi cari-cari batik tulis di internet, jadi kalo ada rejeki bisa langsung order. So pasti keren! Oh ya, foto itu adalah foto 3 tahun lalu ketika pertama kali aturan pake batik berlaku di surabaya.

Thursday, October 01, 2009

Berburu nyamuk

Namanya juga rumah deket kebun kangkung, sebersih apa pun pasti dech banyak nyamuk. Soale anak cucu vampire ini emang bersarang dan berkembang biak di kebun kangkung. Induk-induk mereka bertelur di genangan air kebun kangkung, menetas dan berkembang menjadi jentik-jentik disitu. Setelah bermetamorfosis menjadi nyamuk mereka terbang menyebar mencari mangsa, bahkan mereka juga masih bisa bersarang di pohon-pohon kangkung.

Makanya percumah saja usaha menyemprot nyamuk yang ada dirumah dengan obat nyamuk. Yang didalam mati, saudara-sadaranya yang diluar datang menggantikan. Apalagi semprotan nyamuk itu ga cukup efektif karena nyamuk-nyamuk itu bisa menemukan tempat persembunyian yang aman dari racun itu. Terutama di antara baju-baju yang digantung diluar lemari (lemarinya udah ga cukup). Malah semprotan itu menimbulkan noda di baju. Belum lagi habis menyemprot kita harus mengungsi keluar dari ruangan guna menghindari racun yang masih mengambang di udara.

Sering kali aku berfikir menepuk nyamuk jauh lebih efektif membunuh nyamuk dari pada menyemprotnya! Tapi susah juga kalo harus berburu nyamuk dengan menepuknya. Belum lagi bercak darah yang ditimbulkan. Beberapa sudut lemari, ranjang dan tembok sudah bernoda merah darah. Trus gimana dunk?

Solosi lainnya adalah raket nyamuk. Pak Bli Liga yang berbaik hati membeli raket nyamuk. Bentuknya emang sama dengan raket, bedanya senarnya adalah kasa logam yang dialiri listrik dari batu baterai di tangkainya. Kalo ada nyamuk yang lagi terbang kita tepuk dengan raket itu bunyinya "prek" lecutan listrik yang membakar di nyamuk-nyamuk nakal.

Sejak raket itu datang, setiap malam dan pagi bangun tidur selalu bli Liga keliling kamar membawa raket nyamuknya, menginspeksi setiap tempat yang dicurigai sebagai sarang nyamuk, terutama baju-baju yang digantung dan celana-celana yang digantung, apa lagi kalo warna hitam. Kadang-kadang kalo aku lebih duluan datang dari dia aku duluan menginspeksi. Ternyata seru juga ya berburu nyamuk itu?

Emang sih nyamuk yang datang tetep lumayan banyak, tapi setidaknya populasi mereka berkurang cukup drastis. Apalagi banyak nyamuk yang gagal membawa darah hasil perburuannya sehingga mereka ga sempat berkembang biak. Lama-lama terasa juga berkurangnya nyamuk. Meski ga bisa menekan sampai titik nol tapi syukurlah berguna juga tuch raket nyamuk.