Saturday, August 25, 2007

segengam garam dan telaga

Di sebuah tepian telaga hiduplah seorang tua. Suatu ketika ia didatangi seorang pemuda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontaidengan roman muka yang penuh keruwetan. Pemuda itu tampak sedang tidak bahagia.

Pemuda itu kemudian menceritakan semua permasalahannya,sedangkan si Pak Tua hanya mendengarkannya dengan seksama hingga pemuda itu selesai bercerita. Kemudian Pak Tua itu mengambil segenggam garam dan meminta tamunya itu untuk mengambil segelas air. Dimasukkanya segenggam garam tadi ke dalam gelas dan diaduknya perlahan, "Coba minum ini dan katakan apa rasanya...", Ujar Pak tua itu.

"Asin ....asin sekali", jawab pemuda itu sambil memuntahkan air yang diminumnya tadi.

Pak Tua itu tersenyum, kemudian mengajak tamunya itu keluar ke tepi telaga.

Di tepi telaga Pak Tua itu kembali mengeluarkan segenggam garam dan menaburkannya ke dalam telaga itu untuk kemudian diaduknya dengan menggunakan sepotong kayu hingga menciptakan riak air mengusik ketenangan telaga itu.

Coba ambil air itu dan minumlah",Ujar Pak Tua itu.

Saat sang tamu selesai mereguk air itu Pak Tua bertanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar!", Sahut tamunya

"Apa kau merasakan garam dalam air itu?", tanya Pak Tau lagi

"Tidak", jawab sang pemuda

Pak Tua tersenyum dan mengajak tamunya itu duduk berhadapan di tepi telaga itu.

"Anak muda, pahitnya kehidupan adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama dan akan tetap sama.

Tapi kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung pada wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan pada perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita.

Hatimu adalah waadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Qalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya.

Jadi saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup jangan kamu jadikan hatimu itu seperti gelas, tapi lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu. Buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."

Akhirnya sang pemuda tersenyum, kemudian kaduanya beranjak dari tepian telaga itu. Hari itu mereka telah sama-sama belajar. Dan si Pak Tua itu masih menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda lainnya yang sering datang kepadanya membawa keresahan jiwa.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home